Pasal 5
Dari pendapat di atas, perdebatan selama ini diantara beberapa pengamat hukum, praktisi hukum, akademisi bidang hukum tentang ”Apakah informasi elektronik dapat dikategorikan sebagai akta otentik atau tulisan di bawah tangan?” menjadi tidak tepat untuk diperdebatkan, karena akta otentik dan tulisan di bawah tangan merupakan bukti tertulis, sedangkan Informasi dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis. Penulis menyebut sebagai bukti elektronik.
Pada berbagai diskusi lewat internet menunjukkan pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat mengatakan bahwa hasil cetak yang dimaksudkan pasal 5 ayat 1 UU ITE merupakan bukti tertulis. Penulis berpendapat bahwa hasil cetak bukan bukti tertulis. Hasil cetak merupakan perwujudan/penampakan dari informasi dan/atau dokumen elektronik yang tersimpan secara elektronik misalnya tersimpan di harddisk. Informasi yang tersimpan secara elektronik harus dapat dibuktikan keberadaannya dengan cara menampilkannya ke monitor komputer atau dicetak lewat printer tampil di kertas. Dengan demikian, informasi elektronik itu dapat dilihat dengan kasat mata dan diketahui keberadaannya. Jadi, hasil cetak merupakan bukti elektronik dalam wujud tertulis, saya mengistilahkan ’Bukti Elektronik yang tertulis’, bukan 'Bukti Tertulis'.
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
- Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b) surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang baru dan sah
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis seperti pasal 1866 KUHPerdata. Hal ini telah ditegaskan pada Pasal 5 ayat 4 bagian a.
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
- Hasil cetak informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik juga sah apabila berasal dari sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
Dari pendapat di atas, perdebatan selama ini diantara beberapa pengamat hukum, praktisi hukum, akademisi bidang hukum tentang ”Apakah informasi elektronik dapat dikategorikan sebagai akta otentik atau tulisan di bawah tangan?” menjadi tidak tepat untuk diperdebatkan, karena akta otentik dan tulisan di bawah tangan merupakan bukti tertulis, sedangkan Informasi dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis. Penulis menyebut sebagai bukti elektronik.
Pada berbagai diskusi lewat internet menunjukkan pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat mengatakan bahwa hasil cetak yang dimaksudkan pasal 5 ayat 1 UU ITE merupakan bukti tertulis. Penulis berpendapat bahwa hasil cetak bukan bukti tertulis. Hasil cetak merupakan perwujudan/penampakan dari informasi dan/atau dokumen elektronik yang tersimpan secara elektronik misalnya tersimpan di harddisk. Informasi yang tersimpan secara elektronik harus dapat dibuktikan keberadaannya dengan cara menampilkannya ke monitor komputer atau dicetak lewat printer tampil di kertas. Dengan demikian, informasi elektronik itu dapat dilihat dengan kasat mata dan diketahui keberadaannya. Jadi, hasil cetak merupakan bukti elektronik dalam wujud tertulis, saya mengistilahkan ’Bukti Elektronik yang tertulis’, bukan 'Bukti Tertulis'.