Senin, 29 September 2008

UU ITE dan Kebebasan Pers

Banyak protes dari kalangan Pers tentang keberadaan UU ITE Nomor 11 tahun 2008 terutama menyangkut pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2. Pasal tersebut dipandang berpotensi mengancam kemerdekaan Pers, berita pers dapat disalurkan melalui informasi elektronik (di dunia maya), terkait dengan kasus korupsi, sengketa, politik yang dapat dinilai sebagai penyebaran pencemaran nama baik, penghinaan, menimbulkan permusuhan atau kebencian dalam masyarakat. Berikut kutipan pasal-pasal tersebut.

Pasal 27 ayat 3
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 ayat 2
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pada bagian ini, penulis menguraikan pandangan tentang posisi Pers dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008 terutama Pasal 27 dan Pasal 28. Kiranya melalui tulisan ini akan lebih memperjelas apa yang dikuatirkan oleh kalangan Pers dalam penyampaian berita dalam bentuk informasi elektronik.

Dunia maya merupakan wadah komunikasi bagi siapa saja, termasuk bagi Pers untuk menyebarkan informasi. Pers merupakan kalangan yang berkepentingan untuk menyebarkan berita lewat internet karena sarana ini merupakan cara yang cepat untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat dalam jangkauan yang lebih luas dan lebih murah.

Persoalannya: Apakah UU ITE No. 11 tahun 2008 pada Pasal 27 dan Pasal 28 berpotensi membatasi kebebasan Pers dalam memberitakan suatu peristiwa dalam bentuk informasi elektronik?

Dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 Tahun 2008 terdapat pernyataan ‘tanpa hak’. Pers memiliki hak untuk mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik berupa Berita. Hak dari Pers sudah jelas dinyatakan dan dilindungi dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Selain menentukan Hak, UU No. 40 tahun 1999 juga menjelaskan Kewajiban Pers. Pers memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Pers berkewajiban pula untuk melayani hak jawab sebagai bentuk koreksi dan kontrol dari masyarakat. Wartawan harus menaati kode etik Jurnalistik.

Beberapa Pasal dalam Kode Etik Jurnalistik diantaranya :

  1. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
  2. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
  3. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
  4. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
  5. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Terkait dengan pendistribusian atau penyebaran informasi elektronik. Sesuai amanat UU Pers No. 40 tahun 1999, maka Pers memiliki ‘hak’ untuk mendistribusikan informasi, penulis berpendapat, termasuk informasi elektronik. Jika timbul tuduhan bahwa berita dalam bentuk informasi elektronik yang disampaikan oleh Pers mengandung unsur pencemaran nama baik, penghinaan, menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam masyarakat, maka UU ITE No. 11 Tahun 2008 tidak dapat digunakan untuk menjerat Pers, karena Pers memiliki hak untuk mendistribusikan informasi elektronik, sementara Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE no. 11 Tahun 2008 mengacu pada 'tanpa hak'. Pers memiliki mekanisme sendiri untuk menyelesaikan masalahnya. Dalam UU Pers No. 40 tahun 1999 secara jelas diterangkan bahwa Pers memiliki kewajiban seperti menerima Hak Jawab dan Hak Koreksi dari masyarakat. Pers juga memiliki kode etik jurnalistik, wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul dan berkewajiban untuk melakukan koreksi terhadap pemberitaan jika memang dipandang tidak akurat/keliru. Jadi, UU ITE No. 11 tahun 2008 khususnya Pasal 27, 28 tidak untuk kalangan Pers. Demikian pendapat penulis.